Rekor Panas Jepang 2025: Dampak dan Ancaman Krisis Iklim yang Meningkat

Senin, 20 Oktober 2025 | 13:45:47 WIB
Rekor Panas Jepang 2025: Dampak dan Ancaman Krisis Iklim yang Meningkat

JAKARTA - Musim panas 2025 menjadi catatan terpanas dalam sejarah Jepang dengan suhu rata-rata nasional naik 2,36°C dari rata-rata sejak 1898. Kota Isesaki, Prefektur Gunma, bahkan mencatat suhu ekstrem 41,8°C pada 5 Agustus, rekor baru yang memecahkan batas panas tertinggi sebelumnya.

Badan Meteorologi Jepang (JMA) mencatat 30 hari dengan suhu di atas 40°C sepanjang musim panas ini, hampir dua kali lipat rekor sebelumnya yang tercatat pada 2018. Suhu tinggi yang ekstrem juga masih berlangsung meski musim gugur sudah tiba, dengan 35°C tercatat di Kagoshima pada 19 Oktober.

Penyebab Utama: Pemanasan Global dan Kondisi Cuaca yang Unik

Menurut Profesor Yoshihiro Iijima dari Universitas Metropolitan Tokyo, pemanasan global menjadi penyebab mendasar lonjakan suhu ini. “Tahun ini suhu permukaan laut di Samudra Pasifik dan Laut Jepang sangat tinggi,” ujarnya, menambahkan bahwa kelembapan udara yang tinggi memperparah suhu panas di daratan.

Selain itu, sistem tekanan tinggi yang terus bertahan selama musim panas dan pergeseran arus jet subtropis ke arah Kutub Utara menciptakan kondisi yang disebut “badai sempurna” bagi terjadinya gelombang panas ekstrem. Iijima menyatakan kekhawatirannya terhadap kenaikan suhu yang jauh di luar tren normal.

Krisis Iklim dan Bukti Keterkaitannya

Panel Penasihat Peristiwa Iklim Ekstrem dari JMA menegaskan bahwa suhu tinggi ini hampir mustahil terjadi tanpa efek pemanasan global. Dalam studi yang diterbitkan September 2025, mereka mencatat tren kenaikan suhu musim panas Jepang yang meningkat tajam selama tiga tahun berturut-turut (2023-2025).

Penelitian tersebut menunjukkan bahwa kenaikan suhu tersebut jauh melampaui prediksi tren linier dari 1995 hingga 2024. Ini menandakan perubahan iklim yang berlangsung lebih cepat dan berdampak nyata pada cuaca ekstrem di Jepang.

Dampak Terhadap Pertanian dan Kehidupan Masyarakat

Kenaikan suhu ekstrem membawa dampak serius bagi sektor pertanian Jepang. Profesor Iijima menjelaskan bahwa produksi beras menurun drastis karena tanaman tidak tahan terhadap panas dan kekurangan pasokan air yang memadai.

Sektor perikanan juga terkena dampak, dengan banyak spesies ikan bergeser ke perairan lebih dingin di utara. Selain itu, lebih dari 100.000 orang di Jepang dirawat karena serangan panas (heatstroke) dari Mei hingga awal Oktober, dengan peningkatan 4% dari tahun sebelumnya. Lansia menjadi kelompok paling rentan.

Topan Lebih Kuat dan Risiko Bencana Alam

Suhu permukaan laut yang tetap tinggi memperkuat topan yang melintas di sekitar Jepang. Topan Nakri, yang menghantam gugusan Pulau Izu pada Oktober 2025, membawa angin hingga 180 km/jam dan curah hujan ekstrem, menyebabkan kerusakan serta tanah longsor.

Iijima mengingatkan bahwa jika suhu laut terus meningkat, topan-topan yang datang akan menjadi lebih kuat, tahan lama, dan berbahaya bagi wilayah pesisir. Hal ini mengindikasikan ancaman bencana alam yang meningkat seiring perubahan iklim.

Perubahan Musim dan Masa Depan Jepang Tanpa Musim Semi dan Gugur?

Penelitian oleh Profesor Yoshihiro Tachibana dari Universitas Mie mengungkap bahwa musim panas di Jepang telah memanjang hingga tiga minggu sejak 1982 hingga 2023. Hal ini dikarenakan pemanasan global dan peningkatan suhu permukaan laut di sekitar Jepang yang lebih cepat dibanding rata-rata global.

Tachibana menjelaskan bahwa musim dingin relatif stabil karena pengaruh angin kutub dari utara, namun musim semi dan gugur justru semakin pendek. Ia memprediksi dalam 30 tahun ke depan, musim semi dan gugur bisa hampir hilang, meninggalkan Jepang dengan hanya dua musim: panas dan dingin.

Perlunya Tindakan Nyata untuk Mengatasi Krisis Iklim

Rekor suhu panas ekstrem dan dampaknya yang meluas di Jepang menjadi peringatan nyata akan krisis iklim global. Dampak yang terasa mulai dari kesehatan masyarakat, pertanian, perikanan, hingga meningkatnya risiko bencana alam harus menjadi perhatian utama.

Tanpa tindakan nyata untuk mengurangi pemanasan global, perubahan iklim yang menyebabkan cuaca ekstrem akan terus berlanjut dan mengancam kehidupan manusia serta ekosistem. Jepang kini menghadapi kenyataan bahwa perubahan iklim bukan lagi isu masa depan, melainkan krisis yang harus dihadapi sekarang.

Terkini